TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Ilmu Antariksa LAPAN Rhorom Priyatikanto menjelaskan bahwa badai yang terjadi hari ini bukanlah badai Matahari ekstrim. Menurutnya lubang korona yang teramati saat ini diperkirakan hanya memicu badai geomagnet kelas G0-G1.
"G0 bermakna tidak ada badai, G1 badai lemah, dan seterusnya sampai G5 badai ekstrim. G5 jarang terjadi, terakhir tahun 2003," tutur Rhorom, saat dihubungi Tempo melalui pesan WhatsApp, Jumat, 15 Maret 2019. "Badai G1 memang diperkirakan terjadi hari ini. Pemburu aurora diminta bersiap dan pengguna sinyal tidak perlu khawatir".
Waspada, Jumat Besok Ada Badai Matahari ke Arah Bumi
Menurut Rhorom, peningkatan intensitas angin surya mungkin terjadi, tapi tidak meningkat tajam. Bukan kasus ekstrim yang mengganggu sinyal dan membahayakan manusia dengan beragam aktivitasnya.
Peneliti Lapan, Rhorom Priyatikanto. Tempo/ Aditia Noviansyah
Sebelumnya, lembaga layanan cuaca Inggris Met Office memberikan peringatan bahwa Jumat, 15 Maret 2019, akan terjadi ledakan besar sinar kosmik dari Matahari menuju Bumi. Badai Matahari itu dapat melumpuhkan GPS, sinyal ponsel dan TV digital, seperti dilansir laman express, Rabu, 13 Maret 2019.
"Beberapa hari terakhir memang ada lubang korona yang mengarah ke Bumi. Lubang ini menjadi sumber angin surya berkecepatan tinggi, yakni aliran partikel bermuatan dari matahari," kata Rhorom. "Partikel ini tidak mudah mencapai muka Bumi karena ada medan magnet yang membelokkannya. Sebagian partikel dapat masuk dan membentuk aurora di dekat kutub".
Rhorom menjelaskan bahwa beberapa lembaga pemantau cuaca antariksa memberikan prediksi yang selaras dengan prediksi Lapan di swifts.sains.lapan.go.id, bahwa hari ini tidak ada potensi badai Matahari yang signifikan.